Merajut Jati Diri dan Simbol Kehormatan Lewat Lipatan Klasik Kain Songket Melayu
![]() |
| Merajut jati diri dan simbol kehormatan lewat lipatan klasik kain songket. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Seni dan Makna Filosofis dari Proses Kreatif Lipatan Klasik Kain Songket
Setiap simpul dan lipatan klasik kain songket menyimpan cerita dan menghadirkan nilai. Di sanalah warisan budaya Melayu bernama Tanjak, terus hidup.
Lipatan klasik kain songket itu bukan sekadar hiasan kepala, tetapi simbol kehormatan, kearifan dan jati diri masyarakat Melayu.
Sebagai bagian penting dari pakaian adat, tanjak yang diolah dari lipatan klasik kain songket memiliki kedudukan istimewa dalam tradisi Melayu.
Tanjak tidak hanya pelengkap, tetapi identitas yang mencerminkan kebudayaan, martabat, serta adat masyarakat Melayu.
Oleh karena itu, keberadaan dan pelestarian Tanjak Melayu menjadi hal yang sangat penting untuk terus dilakukan dan digiatkan.
Tanjak dibuat dari lipatan klasik kain songket atau kain tenun khas Melayu yang dibentuk dengan teknik lipatan tertentu.
Baca Juga: Kisah Masjid Legendaris Berusia 2 Abad, Ikon Religi Klasik Kota Lama Tanjungpinang
Warna, corak, hingga motif songket dipilih bukan hanya karena keindahan, tapi karena makna filosofis yang terkandung di dalamnya.
Seni dan makna filosofis dari Tanjak Melayu adalah sebuah kebijaksanaan, kemuliaan, kehormatan hingga kemakmuran.
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan Tanjak kembali mengalami kebangkitan dalam hal penggunaannya di berbagai kegiatan.
Tanjak kini sering dikenakan dalam acara adat, pertunjukan seni, upacara pemerintahan, kegiatan swasta hingga momen berskala internasional.
Kehadiran Tanjak beserta pakaian adat Baju Kurung dan kain songket, menjadi wujud bangga terhadap identitas Melayu modern dan masa kini.
Proses Kreatif Pembuatan Tanjak Melayu
Pembuatan Tanjak merupakan proses yang membutuhkan ketelitian, keterampilan, dan pengetahuan mendalam mengenai budaya Melayu.
1. Pemilihan Kain Songket
Tahap awal adalah memilih kain. Songket menjadi pilihan utama karena karakter motif dan warnanya yang kuat secara visual dan sarat makna budaya.
Setiap motif dari kain yang di gunakan pada Tanjak, dipercaya mengandung nilai-nilai tertentu, sehingga pemilihannya tidak dilakukan secara sembarangan.
2. Teknik Melipat dan Membentuk Tanjak
Proses inti pembuatan Tanjak ada pada lipatan dan bentuknya. Setiap lipatan harus dilakukan dengan teliti agar hasil akhirnya sesuai kaidah tradisi.
Bentuk Tanjak Melayu pun sangat beragam. Tergantung dengan teknik lipatan klasik dari perajin serta tujuan penggunaan Tanjak itu sendiri.
3. Penyempurnaan Bentuk dan Hiasan
Setelah bentuk dasar Tanjak terbentuk, perajin menyempurnakan tampilan Tanjak. Beberapa pengrajin menambahkan aksesoris.
Tanjak diberi aksesoris manik-manik atau elemen dekoratif untuk mempercantik tampilan Tanjak tanpa menghilangkan esensi tradisionalnya.
Perajin Lokal Lestarikan Tradisi Melayu
![]() |
| Seorang perajin di Tanjungpinang yakni Herlena tengah menjahit lipatan klasik kain songket menjadi Tanjak Melayu. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Salah seorang perajin tanjak di Tanjungpinang adalah Herlena. Pengakuan Herlena, ia belajar membuat Tanjak secara autodidak.
Menurut Herlena, setiap proses pembuatan Tanjak Melayu mengandung nilai dan makna filosofis yang mencerminkan kearifan lokal.
“Membuat tanjak tidak boleh asal-asalan. Harus belajar dan memahami peruntukannya,” tegasnya.
Herlena menjelaskan, kerumitan dalam melipat dan menyimpul kain songket melambangkan ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi.
Karena dikenakan di kepala, sebut Herlena, Tanjak Melayu juga menjadi sebuah simbol kehormatan dan kebijaksanaan dari pemakainya.
“Di situlah nilai seninya. Tanjak Melayu bukan sekadar aksesoris, tapi unsur utama dalam pakaian adat Melayu,” kata Pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) ini.
Tanjak, lanjutnya, biasa digunakan dalam berbagai upacara adat, pernikahan, hingga saat bertemu tokoh masyarakat Melayu.
Baca Juga: Minuman Tempo Dulu Khas Tanjungpinang, Tetap Eksis hingga Kini
Kini, Tanjak juga semakin sering hadir pada kegiatan pemerintahan, pagelaran seni dan budaya hingga kegiatan perusahaan swasta.
“Ini membuktikan bahwa Tanjak tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Melayu. Tanjak adalah jati diri dan simbol kehormatan,” tegasnya lagi.
Sebagai bentuk pelestarian, Herlena selalu mengedukasi pelanggannya mengenai cara memakai Tanjak yang benar sesuai adat Melayu.
Sejak 2016, Herlena mendirikan Galeri Alfha Thanjack Store di Jalan Bhayangkara Tanjungpinang untuk memproduksi Tanjak berbagai corak dan motif.
“Niat kami adalah menjaga tradisi penggunaan Tanjak agar tetap hidup. Semoga warisan budaya Melayu ini terus dihargai,” tutup Herlena.
Setiap lipatan klasik kain songket itu memiliki arti. Setiap simpul menyimpan makna. Di sanalah, warisan budaya bernama Tanjak Melayu Tanjungpinang terus hidup. (*)
Penulis: Yusnadi Nazar


