Historis Foto Jurnalistik, Jejak Visual Sejak Era Perang Dunia
0 menit baca
![]() |
| Historis foto jurnalistik, jejak visual sejak era perang dunia. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Foto Jurnalistik, Menuntut Kepekaan, Keberanian dan Tanggung Jawab
Foto jurnalistik memiliki historis panjang yang tidak terpisahkan dari perkembangan dunia pers, media massa dan perkembangan teknologi fotografi.
Tidak hanya memotret, melainkan kerja jurnalistik yang menuntut kepekaan, keberanian dan tanggung jawab dalam merekam peristiwa nyata.
Beberapa sumber menyebut, praktik foto jurnalistik ini mulai tumbuh pada abad ke-19, seiring kemajuan teknik cetak media massa dan kamera.
Sebelumnya era tersebut, media massa seperti surat kabar, masih mengandalkan ilustrasi tangan manusia untuk menggambarkan sebuah peristiwa.
Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, penemuan teknik halftone printing pada dekade 1880-an, menjadi tonggak penting.
Sebab hal itu memungkinkan foto dicetak langsung di surat kabar atau koran. Sejak saat itu, fotografi mulai diakui sebagai medium berita yang kuat dan kredibel.
Awal Mula Munculnya Fotografer Jurnalistik
Perkembangan foto jurnalistik juga ditandai oleh munculnya fotografer (pewarta foto) perang. Salah satu tokoh awal yaitu Mathew Brady.
Ia mendokumentasikan Perang Saudara Amerika (1861–1865). Memimpin tim fotografer, menghasilkan lebih dari 10.000 foto.
Foto jurnalistik Mathew Brady dan tim fotografer jurnalistik yang dipimpinnya, menjadi arsip visual perang pertama dalam historis.
Memasuki akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, nama Jimmy Hare, fotografer asal Amerika Serikat, turut mencatatkan peran penting.
Ia dikenal luas melalui liputannya pada Perang Spanyol–Amerika (1898) dan berbagai konflik internasional hingga masa awal Perang Dunia I.
Karya foto jurnalistik Jimmy Hare, dipublikasikan di majalah besar dan membantu membentuk sebuah standar foto jurnalistik perang.
Pada periode yang sama, industri pers berkembang pesat. Media cetak berlomba menyajikan berita secara lebih menarik dan informatif.
Foto jurnalistik tidak lagi sekadar pelengkap sebuah media surat kabar atau koran, melainkan bagian utama dari berita dan narasi jurnalistik.
Peran Foto Jurnalistik dalam Peristiwa Perang Dunia
Perang Dunia II menjadi salah satu fase paling penting dalam historis foto jurnalistik. Sejumlah fotografer legendaris berada di lapangan.
Dalam historisnya, fotografer jurnalistik berada di garis depan peristiwa perang, bencana, krisis kemanusiaan dan menghadapi risiko sama dengan wartawan tulis.
Contohnya, fotografer jurnalistik perang seperti Robert Capa, W. Eugene Smith dan Margaret Bourke-White berada langsung di medan perang.
Para fotografer jurnalistik perang itu merekam invasi militer, penderitaan warga sipil, hingga merekam kamp konsentrasi Nazi.
Foto-foto tersebut tidak hanya menjadi dokumen historis, tetapi juga menggugah kesadaran dunia akan dampak kemanusiaan perang.
Dalam banyak kasus, foto jurnalistik bahkan dapat mempengaruhi opini publik mengenai suatu peristiwa dan mempengaruhi kebijakan internasional.
Foto Jurnalistik Memasuki Era Modern
Pada awal abad ke-20 menandai era ketika foto-foto peristiwa yang direkam forografer, menjadi elemen rutin dalam pemberitaan surat kabar dan majalah.
Kemudian, pada 1947, lahir Magnum Photos, agensi foto independen yang didirikan oleh Henri Cartier-Bresson, Robert Capa, dan rekan-rekannya.
Magnum menjadi simbol kebebasan fotografer jurnalistik dalam mengontrol karya dan narasi visual mereka dari berbagai belahan dunia.
Perkembangan signifikan lainnya terjadi pada 1959, ketika National Geographic Magazine mulai menampilkan foto jurnalistik sebagai sampul utama.
Langkah ini memperkuat posisi foto jurnalistik sebagai bahasa universal yang mampu menjembatani peristiwa global dan publik.
Di tengah derasnya arus teknologi dan kecepatan informasi, foto jurnalistik tetap berdiri sebagai salah satu elemen penting dalam dunia pers.
Era Digital dan Tantangan Masa Depan
![]() |
| Historis foto jurnalistik, jejak visual sejak era perang dunia. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Memasuki era digital, foto jurnalistik berubah. Kamera digital dan internet memungkinkan gambar disebarkan secara instan ke seluruh dunia.
Fotografer jurnalistik dapat mengambil ratusan frame dalam hitungan detik, sementara publik dapat mengakses berita secara real time.
Meskipun demikian, kemajuan teknologi juga menghadirkan tantangan, terutama terkait etika, manipulasi visual, dan banjir informasi.
Keahlian, integritas serta pengalaman fotografer jurnalistik, tetap menjadi faktor utama dalam menghasilkan foto yang jujur, akurat, dan bermakna.
Di tengah perkembangan teknologi yang terus melaju, nilai kejujuran dan ketajaman mata forografer jurnalistik tetap menjadi fondasi utama.
Foto jurnalistik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari dunia jurnalisme. Berperan mendokumentasikan realitas dan peristiwa penting di dunia.
Lebih dari sekadar gambar yang tidak bergerak, foto jurnalistik merupakan perpaduan antara seni, fakta dan tanggung jawab moral.
Selama masih ada peristiwa dan kebenaran yang perlu disampaikan, foto jurnalistik akan terus hidup sebagai warisan klasik dunia pers dan jurnalistik. (*)
Catatan foto 1: foto jurnalistik utama pada artikel ini merupakan simulasi penangkapan komplotan perampok bank BNI oleh polisi di Jalan Teuku Umar Tanjungpinang, 2008 silam.
Catatan foto 2: foto jurnalistik kedua pada artikel ini merupakan penangkapan nyata TNI terhadap imigran Srilangka yang masuk ke Tanjungpinang secara ilegal, 2010 silam.
Penulis: Yusnadi Nazar


