Jejak Historis Tempo Dulu di Pulau Biram Dewa Kota Klasik Tanjungpinang

Jejak Historis Tempo Dulu di Pulau Biram Dewa Kota Klasik Tanjungpinang
Jejak historis tempo dulu di Pulau Biram Dewa Kota klasik Tanjungpinang, 2010 silam. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar

Melihat Istana dan Benteng Panglima Legendaris Raja Haji Fisabilillah di Pulau Biram Dewa

Di antara sungai yang tenang dan daratan yang penuh sesak, Pulau Biram Dewa menyimpan jejak historis yang nyaris larut oleh waktu.

Tempo dulu, di Pulau Biram Dewa pernah berdiri istana dan benteng pertahanan Kesultanan Melayu yang masyhur dan pernah berjaya.  

Pulau Biram Dewa juga menjadi tapak sunyi Raja Haji Fisabilillah, sang panglima legendaris, menyusun kekuatan melawan musuh. 

Jejak historis Pulau Biram Dewa yang tersisa, menjadi penanda Tanjungpinang pernah menjadi pusat marwah dan keberanian di seantero Nusantara.


Di tengah pertumbuhan permukiman modern di Tanjungpinang, Pulau Biram Dewa tetap menyimpan kisah besar yang nyaris luput dari ingatan. 

Pulau Biram Dewa di kawasan Melayu Kota Piring Tanjungpinang Timur, pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Johor Riau Lingga.

Selain itu, Pulau Biram Dewa juga menjadi benteng pertahanan penting dan tangguh dalam historis perlawanan terhadap kolonialisme.


Di pulau ini juga berdiri Istana Kota Piring, sebuah kompleks istana dan benteng pertahanan yang dibangun pada akhir abad ke-18 oleh Raja Haji Fisabilillah.

Yang Dipertuan Muda Riau IV, panglima perang legendaris yang namanya kini diabadikan sebagai pahlawan nasional dan nama bandara di Tanjungpinang.

Namun hari ini, yang tersisa hanyalah reruntuhan tembok batu, potongan fondasi dan sisa struktur yang terkepung permukiman.

Meskipun demikian, dari sisa peninggalan dan serpihan inilah, jejak historis besar Kesultanan Johor Riau Lingga, dapat ditelusuri kembali.

Pulau Strategis di Hulu Riau

Pada 1722, dimulailah pemerintahan Kesultanan Johor Riau Lingga dibawah pimpinan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dari Istana Kota Piring.

Pulau Biram Dewa memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Terletak di pertemuan Sungai Galang Besar dan Sungai Galang Kecil.

Kawasan ini sejak lama dikenal sebagai jalur penting perdagangan. Pada masa Kesultanan Johor Riau Lingga, sungai itu menjadi jalur pertahanan utama.


Pertimbangan strategis inilah yang mendorong Raja Haji Fisabilillah memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan ini sekitar tahun 1777. 

Di Pulau Biram Dewa, dibangun sebuah istana, benteng pertahanan, parit, serta pengawasan ketat terhadap pergerakan kapal yang keluar masuk perairan Riau.

Dalam naskah Melayu klasik Tuhfat al-Nafis karya Raja Ali Haji (cucu Raja Haji Fisabilillah), kawasan ini disebut sebagai Kota Piring. 


Sebuah kota istana yang digambarkan megah, bertembok kokoh dan memiliki ornamen indah di kawasan Pulau Biram Dewa Tanjungpinang.

Konon, sebutan “Kota Piring” muncul dari kisah hiasan piring dan pinggan pada tembok atau bangunan istana yang memantulkan cahaya matahari. 

Pantulan itu konon menandakan dan menjadi simbol kemakmuran dan keagungan pusat pemerintahan Kesultanan Johor Riau Lingga, kala itu.

Istana, Pemerintahan dan Benteng Pertahanan

Jejak Historis Tempo Dulu di Pulau Biram Dewa Kota Klasik Tanjungpinang
Kondisi puing Istana Kota Piring, 2010 silam. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar 

Istana Kota Piring tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal dan pusat administrasi pemerintahan, tetapi juga sebagai komando pertahanan. 

Di komandoi oleh Raja Haji Fisabilillah yang dikenal sebagai panglima yang memiliki kemampuan militer dan strategi yang kuat. 

Kala itu, Panglima menjadikan Tanjungpinang dan sekitarnya, sebagai basis perlawanan terhadap dominasi VOC yang menekan kedaulatan.


Benteng dan pos pengawasan dibangun di sejumlah titik strategis di kawasan Tanjungpinang, Pulau Bayan, Teluk Keriting hingga Pulau Penyengat. 

Kota Piring sebagai istana, benteng pertahanan dan pos pengawasan, menjadi salah satu simpul penting dalam sistem pertahanan tersebut.

Dari kawasan inilah armada komando Raja Haji Fisabilillah bergerak, memantau pergerakan musuh, sekaligus mengamankan jalur perdagangan.

Gugurnya Sang Panglima dan Redupnya Kota Piring

Masa kejayaan Istana Kota Piring tidak berlangsung lama. Pada 1784, Raja Haji Fisabilillah syahid dalam pertempuran melawan musuh di Teluk Ketapang.

Gugurnya sang panglima perang legendaris Raja Haji Fisabilillah, menjadi pukulan yang besar bagi Kesultanan Johor Riau Lingga.

Tekanan politik dan militer musuh semakin kuat. Sekitar 1787, pusat pemerintahan akhirnya dipindahkan ke Daik Lingga, yang dianggap lebih aman. 


Pemindahan untuk menghindari serangan balasan dari musuh ini, membuat Istana Kota Piring, kehilangan fungsinya secara bertahap. 

Sejak saat itu, Kota Piring Pulau Biram Dewa, perlahan ditinggalkan. Istana dan bentengnya mulai rusak dimakan usia, alam, dan waktu.

Pulau yang dahulu menjadi pusat pemerintahan, berubah menjadi kawasan permukiman biasa. Jejak kejayaan kerajaan besar itu, perlahan memudar.

Kini, sisa-sisa Istana Kota Piring hanya dapat ditemukan dalam bentuk fragmen dinding batu, struktur fondasi, dan kontur tanah yang menandai bekas benteng.


Sebagian besar area ini telah dikelilingi permukiman. Keberadaan dan kejayaan istana tempo dulu ini, nyaris tak dikenali oleh orang luar.

Namun bagi pemerhati historis, Kota Piring memiliki nilai penting. Ia menjadi saksi, pusat pemerintahan dan simbol kejayaan maritim Melayu abad ke-18.

Jadi, Pulau Biram Dewa bukan sekadar lokasi geografis, melainkan ruang historis, tempat strategi, diplomasi dan keberanian yang pernah dirajut.

Warisan Historis Kota Tanjungpinang

Jejak Historis Tempo Dulu di Pulau Biram Dewa Kota Klasik Tanjungpinang
Puing Istana Kota Piring Pulau Biram Dewa yang dikelilingi permukiman warga, 2010 silam. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar

Keberadaan Istana Kota Piring menegaskan posisi Tanjungpinang sebagai jantung historis Kesultanan Johor Riau-Lingga. 

Bersama Benteng Bukit Kursi, Benteng Tanjungpinang dan benteng pertahanan lainnya, kawasan ini membentuk lanskap historis yang saling terhubung.

Raja Haji Fisabilillah yang mengawali langkahnya dari Tanjungpinang, meninggalkan warisan yang mungkin tidak lekang oleh waktu. 

Bukan hanya dalam bentuk nama dan gelar pahlawan nasional, tetapi juga meninggalkan jejak fisik yang masih bisa disentuh hingga hari ini.


Istana Kota Piring di Pulau Biram Dewa adalah pengingat bahwa Tanjungpinang tumbuh dari historis panjang peradaban Melayu. 

Di balik rumah-rumah warga dan reruntuhan batu tua itu, tersimpan kisah tentang keberanian dan tentang pusat pemerintahan yang pernah berjaya.

Pelestarian situs historis di Pulau Biram Dewa Tanjungpinang penting bukan hanya untuk menjaganya, tetapi juga untuk merawat ingatan tempo dulu.

Sebab, dari jejak historis Pulau Biram Dewa, identitas Tanjungpinang sebagai kota maritim yang berjaya dibentuk dan diwariskan dari generasi ke generasi. (*)

Penulis: Yusnadi Nazar
Posting Komentar