Mengenal Orkestra Seni Musik Melayu Klasik di Tanjungpinang
0 menit baca
![]() |
| Seniman menggelar orkestra seni musik Melayu klasik di Senggarang, Tanjungpinang, 2010 silam. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Seni Ghazal, Genre Musik Melayu Asli Kebanggaan Kepulauan Riau
Musik ghazal merupakan salah satu bentuk mini orkestra seni musik Melayu klasik yang tumbuh dan berkembang di Kepulauan Riau (Kepri).
Genre musik ini menjadi kebanggaan masyarakat Kepri, khususnya Kota Gurindam Tanjungpinang, karena berakar kuat pada budaya Melayu.
Ghazal juga merupakan salah satu jenis musik tradisional khas Melayu yang memadukan keindahan musik dan kedalaman syair.
Salah satu pusat berkembangnya seni musik Melayu klasik ini di Pulau Penyengat, yang sejak lama dikenal sebagai sentra kebudayaan Melayu.
Ghazal dikenal sebagai musik kolaboratif yang memadukan irama Melayu dengan budaya Timur Tengah. Karakter lembut, mendayu-dayu dan sarat nuansa Islami.
Meski demikian, seni musik Melayu klasik ini, memiliki ciri khas tersendiri, terutama pada penggunaan syair dan lirik berbahasa Melayu.
Kedalaman syair dan lirik berbahasa Melayu itu menjadi bagian penting dari setiap penampilan orkestra seni musik Melayu klasik itu.
Sejumlah alat musik tradisional menjadi pengiring utama dalam orkestra ghazal yaitu harmonium, sitar, tabla, kompang, gong, hingga biola.
Instrumen pendukung lain yaitu akordion, gambus dan syarenggi, turut memperkaya warna suara dan menghasilkan irama yang khas.
Para seniman ghazal di Kepri, khususnya di Pulau Penyengat, dikenal memiliki kepiawaian tinggi dalam memainkan alat-alat musik tersebut.
Selain kemampuan individu, kekuatan ghazal terletak pada kolaborasi harmonis antara musik, syair dan vokal yang menjaga ruh Melayu tetap melekat.
Perkembangan Musik Ghazal
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa akar seni ghazal berasal dari wilayah Semenanjung Arab dan turut dipengaruhi budaya India.
Beberapa catatan menyebut, bentuk awal ghazal merupakan syair atau puisi berirama yang memiliki pola tertentu pada setiap bait.
Ghazal biasanya mengekspresikan ungkapan hati tentang kesedihan, kerinduan, kehilangan, hingga kegembiraan.
Penyair dan ulama besar dari Persia, Jalaluddin Rumi, disebut sebagai tokoh yang pertama kali menulis karya-karya ghazal.
Seiring waktu, ghazal berkembang dalam berbagai bahasa dan budaya, lalu masuk ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Kepulauan Riau sejak abad ke-12.
Mengutip catatan historis, seorang tokoh Melayu bernama Haji Kenal Muse atau lebih dikenal dengan sebutan Lomak, memegang peranan penting.
Ia mengembangkan seni musik Melayu klasik ghazal di Johor, Malaysia, sebelum akhirnya menyebar hingga ke Pulau Penyengat, Tanjungpinang.
Awalnya, ghazal kental dengan nuansa Arab, Persia dan Timur Tengah. Namun beradaptasi dengan budaya lokal di Kepulauan Riau.
Selanjutnya, seni musik Melayu klasik ini terus berkembang di Kepulauan Riau dengan unsur-unsur khas Melayu, baik pada instrumen maupun syairnya.
Berkembang Pesat di Pulau Penyengat
![]() |
| Seniman memainkan musik ghazal di Pulau Penyengat. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, seni ghazal pernah digunakan sebagai media dakwah oleh tokoh-tokoh masyarakat Melayu tempo dulu.
Tidak hanya itu, pada era kerajaan, seni ghazal juga menjadi hiburan dalam berbagai acara resmi kerajaan dan keluarga bangsawan Melayu.
Kini, seni ghazal masih mendapat tempat di hati masyarakat. Berbagai grup dan komunitas ghazal bermunculan sebagai bentuk pelestarian warisan budaya.
Musisi dan seniman ghazal pun terus berinovasi tanpa meninggalkan akar dan identitas Melayu yang klasik dan tradisional.
Para seniman ghazal juga tidak kenal lelah terus menggaungkan genre musik tradisional Melayu ini, dalam berbagai kesempatan.
Kini, mini orkestra seni musik Melayu klasik ini kerap terdengar dalam upacara adat, perayaan keagamaan, acara budaya, hingga hiburan masyarakat.
Terakhir namun tidak kalah penting, seni musik Melayu klasik ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari identitas seni di Tanjungpinang dan Kepulauan Riau. (*)
Penulis: Hal Maliq Hanifa


