Kisah Klasik Inspiratif Perempuan Tangguh Berusia 83 Tahun di Tanjungpinang
![]() |
| Kisah klasik inspiratif seorang perempuan tangguh berusia 83 tahun di Tanjungpinang. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Kisah Klasik Inspiratif Perempuan Tangguh di Ujung Usia Senja
Kisah klasik hidup orang-orang yang telah melalui panjangnya pengalaman hidup dan perjalanan waktu, sering menyimpan pelajaran bermakna.
Dari kisah klasik yang datang dari generasi tua, para generasi muda bisa belajar tentang arti ketekunan, kesabaran, keikhlasan dan cara mensyukuri hidup.
Satu kisah klasik itu hadir dari sosok Saniar. Perempuan berusia 83 tahun yang masih setia menapaki jalanan Kota Tanjungpinang dengan semangat luar biasa.
Siang itu, Ba'da Zuhur, saat terik mentari menyengat di Sukaberenang Jalan Ir Sutami, masyarakat sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Ada yang berdagang di deretan toko, ada pula yang menikmati rehat di kedai kopi, sementara kendaraan terus hilir mudik memenuhi jalan.
Di tengah rutinitas itu, terlihat pemandangan yang mencuri perhatian. seorang nenek bertubuh renta dengan punggung sedikit membungkuk.
Seorang Saniar mendorong kereta bayi menyusuri tepi jalan. Meskipun langkah Saniar pelan dan tertatih, namun semangatnya tidak pernah surut.
Baca Juga: Inspirasi Klasik dari Pesan Ibu, Tekun Berbagi ke Seluruh Pelosok Tanjungpinang
Kereta bayi yang ia dorong bukan berisi cucu atau bayi, melainkan sebuah kotak pendingin berisi botol es jeli aneka rasa serta beberapa bungkus kue serabi.
Inilah cara Saniar menjalani hari-harinya. Berdagang dan berjuang dengan caranya sendiri, meski usia senja telah menyapanya.
Bagi Saniar, usia bukan alasan untuk berdiam diri di rumah. Sejak subuh, ia bersama kerabat menyiapkan adonan serabi dan mengolah es jeli.
Kemudian, Saniar menjajakan dagangan ke berbagai penjuru. Hampir setiap hari, ia menempuh perjalanan sekitar lima kilometer pulang-pergi, berjalan kaki.
Rute perjalanannya beragam dari rumahnya di Kampung Baru Jalan Dr Sutomo, menyusuri Jalan Juanda menuju Bakar Batu hingga Kampung Tambak.
Di hari lain, ia melintasi Jalan Ir Sutami menuju Batu 4 dan Batu 5, bahkan kadang hingga dan Jalan Tugu Pahlawan hingga Jalan Sumatera.
Pelanggan Saniar, datang dari berbagai kalangan. Anak sekolah, pegawai hingga pelanggan setia yang telah lama mengenalnya.
Baca Juga: Memori Tempo Dulu, Nostalgia Jajanan Legendaris yang Masih Eksis di Tanjungpinang
Dengan senyum ramah dan tangan yang telah keriput, Saniar dengan semangatnya melayani setiap pelanggan yang membeli dagangannya tanpa keluhan.
Pada suatu siang, salah seorang pelanggan membeli es jeli dan serabi dengan total harga Rp 23 ribu, lalu menyerahkan uang Rp 50 ribu.
Saat mengembalikan sisa uang, pelanggan justru meminta agar kembalian disimpan saja. Saniar pun tersenyum mengucap syukur dan mendoakan pelanggan.
Di sela waktu beristirahat, Saniar bercerita bahwa sebagian uang hasil jualannya ia tabung dan sebagian lainnya disisihkan untuk masjid.
Baginya, menabung dan bersedekah adalah bagian dari rasa syukur kepada Allah atas nikmat kesehatan dan rezeki yang masih ia rasakan hingga kini.
Meski keluarga telah beberapa kali menyarankan agar ia berhenti berjualan dan menikmati masa tua, Saniar tetap teguh pada pilihannya.
"Tidak betah kalau hanya diam di rumah. Kalau capek ya istirahat, kalau sudah kuat lanjut lagi. Kadang pulang naik angkot," tuturnya pelan.
Baca Juga: Nostalgia di Pulau Bintan dan Investasi Masa Depan Melalui Hobi Klasik
Baginya, berdagang es jeli dan kue serabi bukan semata-mata untuk mencari uang, melainkan sebagai wujud syukur dan cara menjaga semangat hidup.
Hasil jualannya, Saniar gunakan untuk membantu kebutuhan keluarga, termasuk membeli popok dan susu cucu kesayangannya.
Selama tubuh masih kuat dan langkahnya masih sanggup menapaki jalanan, Saniar bertekad untuk terus berusaha dengan cara yang halal dan bermartabat.
"Sudah terbiasa jalan kaki sejak masih muda," ungkap Saniar yang mengaku sebagai pensiunan Pertamina.
Saniar pun selalu menyampaikan pesan sederhana namun mendalam. Salat, memperbanyak doa dan sedekah, serta senantiasa berbuat baik kepada sesama.
Teladan Nyata bagi Generasi Muda
![]() |
| Senyuman khas perempuan tangguh bernama Saniar. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar |
Semangat, daya juang, kesabaran dan keteguhan hati Saniar, menjadikannya sosok inspiratif di mata banyak masyarakat di Tanjungpinang.
Saniar membuktikan bahwa usia senja tidak identik dengan keterbatasan, melainkan momentum untuk terus menebar nilai kebaikan.
Di tengah zaman serba instan, kisah klasik Saniar mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati lahir dari perjuangan, ketekunan, dan keikhlasan.
Saniar merupakan simbol seorang perempuan tangguh yang tidak pernah berhenti berjuang dan bersyukur atas hidup yang dijalaninya.
Salah seorang pelanggan setia Saniar, yakni Ayu (41), mengaku sangat terkesan dengan sikap semangat dan keteguhan hati Saniar.
Pernah suatu kali ia menawarkan untuk mengantarnya, namun Saniar menolak dengan halus karena ingin tetap berjalan seperti biasa.
Baca Juga: Jejak Rasa Kuliner Klasik Khas Kota Lama Tanjungpinang, Melegenda Sejak 1969
"Kata nenek Saniar, beliau sudah terbiasa jalan kaki sejak muda," ujar Ayu.
Di kesempatan lain, saat dagangan telah habis, Ayu kembali menawarkan untuk mengantar pulang. Setelah sempat ragu, Saniar akhirnya menerima ajakan.
Namun, kata Ayu, nenek Saniar tetap menolak diantar sampai depan pintu, seraya mengucap terima kasih dan Alhamdulillah.
Menurut Ayu, sikap rendah hati dan kegigihan Saniar memberi pelajaran berharga tentang arti hidup yang sesungguhnya.
"Alhamdulillah, kami dapat ilmu yang bermanfaat dari nenek Saniar. Semoga nenek Saniar sehat selalu dan dilindungi Allah," ucapnya.
Kisah klasik Saniar menjadi contoh bahwa selama masih ada semangat, keteguhan dan rasa syukur, tidak ada kata terlambat untuk terus berkarya. (*)
Penulis: Yusnadi Nazar
Catatan: Innalilahi Wainnailaihi Raji'un. Saniar (Nek Niar) yang menceritakan kisah klasik inspiratif ini, telah berpulang ke Rahmatullah pada Selasa 25 November 2025.


