Jejak Arbiter Profesional, Dari Tanjungpinang hingga ke Jenewa

Jejak Arbiter Profesional Indonesia, Dari Tanjungpinang hingga ke Jenewa
Jejak arbiter profesional Indonesia, dari Tanjungpinang hingga ke Jenewa. Arsip Foto: © Eka Erfianty Putri

Mengenal Anak Tanjungpinang yang Meninggalkan Jejak Karier Arbiter di Eropa

Tidak banyak yang menyangka, dari Kota Tanjungpinang, lahir perempuan yang menapaki jalur profesional dan meninggalkan jejak arbiter di Eropa.

Dialah Eka Erfianty Putri. Sosok perempuan tangguh yang sempat menorehkan prestasi dan jejak arbiter profesional hingga ke Jenewa, Swiss.

Eka lahir dan besar di Tanjungpinang, 42 tahun silam. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana. Sang ayah (almarhum), pensiunan pegawai Imigrasi.
Sementara ibunya pensiunan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kesederhanaan itulah yang menempa Eka menjadi pribadi ulet dan tekun sejak dini.

Kota Tanjungpinang, tempat ia menghabiskan masa kecil dan remaja, menjadi ruang pembentuk karakter. Dari sanalah mimpi besar itu bersemi.

Menurut Eka, dengan menempuh pendidikan tinggi, disiplin dan kerja keras, dapat membuka jalan menuju dunia yang lebih luas.

Merantau dan Menantang Diri Menjadi Arbiter

Selepas menempuh dan menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tanjungpinang pada 2001, Eka memilih merantau ke ibu kota Jakarta. 

Eka kemudian melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, sebuah keputusan besar yang menjadi titik balik hidupnya.

Empat tahun kemudian, Eka lulus dengan predikat cumlaude pada 2005. Namun, baginya dunia hukum tidak semata-mata tentang menjadi advokat di ruang sidang.

“Banyak yang mengira dunia hukum itu hanya soal pengacara dan pengadilan. Padahal ruangnya luas. Salah satunya menjadi arbiter,” katanya. 
Perjalanan karier Eka tidak datang secara instan. Berbekal gelar Sarjana Hukum, ia menekuni bidang perlindungan konsumen. 

Sebuah jalur profesi yang kelak mengantarkan Eka mewakili Indonesia ke panggung internasional untuk menangani berbagai sengketa konsumen.

Sejak 2005 hingga 2021, Eka mengabdi di Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Selama hampir 20 tahun, ia aktif sebagai mediator dan arbiter. 

Eka juga terlibat langsung dalam penanganan berbagai sengketa konsumen, advokasi kebijakan, hingga penyusunan regulasi.

Puncaknya, pada 2019, Eka dipercaya menjadi delegasi Indonesia dalam Sidang Voluntary Peer Review (VPR) on Consumer Protection di Jenewa, Swiss.
Keikutsertaannya menandai jejak historis penting sebagai anak Tanjungpinang, Indonesia di forum global perlindungan konsumen.

Tidak hanya di tingkat nasional dan internasional, Eka juga kerap diminta menjadi saksi ahli dalam berbagai perkara perlindungan konsumen.

Pengalamannya tercatat di Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, hingga BPOM. Di luar itu, Eka aktif dalam berbagai organisasi non-pemerintah. 

Ia tercatat sebagai anggota Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), Koordinator Koalisi Free Net From Tobacco, bidang advokasi pengendalian tembakau.

Menekuni Profesi Arbiter dan Mediator Profesional

Usai mengakhiri pengabdiannya di BPKN, Eka kembali menantang diri. Ia mendaftar sebagai anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta.

Berkat pengalamannya dan tanpa menunggu lama, Eka terpilih langsung sebagai Komisioner BPSK DKI Jakarta untuk masa jabatan 2022 hingga 2027.

Kariernya terus menanjak. Sejak 2023, Eka bergabung sebagai mediator dan arbiter di Dewan Sengketa Indonesia (DSI). 
Setahun kemudian, ia dipercaya menjadi trainer di Institut Pendidikan dan Pelatihan Indonesia (IPPI), lembaga pendidikan di bawah naungan DSI.

Kerja kerasnya berbuah penghargaan. Eka dinobatkan sebagai The Best Mediator Indonesia Alternative Dispute Resolution Award 2024 yang digelar DSI.

Tidak hanya itu, ia juga meraih Penghargaan Penulis Jurnal Terbaik pada Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2024.

Peran Strategis di Pengadilan dan Sekilas tentang Profesi Arbiter

Saat ini, Eka juga tercatat sebagai mediator non-hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Tangerang.

"Penunjukan itu berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan," jelas Eka.

Selain itu, ia juga berprofesi sebagai advokat dan saat ini Eka tengah menempuh pendidikan Magister Hukum di Universitas Pasundan, Bandung.
Eka menjelaskan, arbiter merupakan pihak independen yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus sengketa melalui jalur arbitrase. 

"Putusan arbiter itu bersifat final dan mengikat," jelasnya. 

Sedangkan profesi mediator, berperan untuk memfasilitasi berbagai dialog dan perundingan tanpa memaksakan keputusan.

“Mediator membantu para pihak menemukan solusi secara sukarela untuk mencapai kesepakatan damai tanpa harus ke pengadilan,” sambung Eka. 

Tidak Pernah Melupakan Kampung Halaman

Eka (berjilbab) menjadi delegasi Indonesia saat di Jenewa, Swiss. Arsip Foto: © Eka Erfianty Putri

Meskipun kini menetap di Jakarta dan menangani berbagai sengketa berskala nasional, Eka tetap menjaga ikatan emosional dengan Tanjungpinang. 

"Setiap dua atau tiga tahun, khususnya saat Idulfitri, kami selalu pulang kampung," ungkapnya.

Tidak jarang, Eka juga menyempatkan diri berbagi pengalaman melalui seminar dan diskusi, terutama tentang penyelesaian konflik secara non-litigasi.

“Kami ingin berbagi, bahwa menyelesaikan sengketa tidak selalu harus lewat pengadilan,” katanya.
Sebagai ibu dua anak, Eka berharap jejak arbiter dan pengalaman hidupnya, dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda Tanjungpinang.

“Jangan pernah takut keluar dari zona nyaman. Dari kota kecil pun kita bisa bermimpi besar, asal berikhtiar dan menjaga integritas,” tutupnya.

Dari Kota Tanjungpinang, terukir jejak arbiter profesional yang kiprahnya melampaui batas geografis Indonesia hingga ke Eropa. (*)

Penulis: Yusnadi Nazar
Posting Komentar