![]() |
Sejarah Pulau Basing Tanjungpinang sebagai tempat inap klasik Raja tempo dulu. Arsip Foto: Disbudpar Tanjungpinang |
Menggali Potensi sebagai Tempat Wisata Sejarah
Eksistensi Pulau Basing Tanjungpinang yang letaknya strategis, diyakini memiliki sejarah tersendiri dan memiliki akar budaya Melayu tempo dulu yang harus dilestarikan sebagai tempat wisata sejarah klasik.
Pulau Basing terletak di depan Pantai Tanjung Siambang, Dompak, Bukit Bestari, Tanjungpinang, Kepri. Pulau ini merupakan pulau seluas lebih kurang 18 hektare yang menyimpan jejak sejarah.
Dalam catatan sejarah, Pulau Basing merupakan wilayah dalam daerah takluk Kerajaan Riau Lingga. Statusnya sama seperti Pulau Bintan, Pulau Dompak, Pulau Sore, Pulau Sekatap, Pulau Bayan dan lainnya.
Selain itu, disebutkan dahulunya Pulau Basing merupakan pulau asri dan berdiri beberapa rumah masyarakat Melayu. Ditumbuhi oleh pohon kelapa dan pohon mangga yang cukup subur.
Tak hanya itu, di Pulau Basing terdapat tempat inap (pesanggrahan) klasik berupa sebuah rumah batu yang beratapkan genteng. Kemudian terdapat pelabuhan atau dermaga tempat bersandar kapal atau perahu.
Selanjutnya, masih berdasarkan catatan sejarah, pada zaman dahulu Pulau Basing merupakan tempat penginapan, tamasya atau rekreasi Yang Dipertuan Muda Riau, permaisuri serta dayang-dayang tempo dulu.
"Diyakini Pulau Basing dibangun pada masa Yang Dipertuan Muda Riau VI, Raja Jakfar yang merupakan anak dari Raja Haji Fisabilillah dan Adik dari Raja Tengku Hamidah," sebut Peneliti Sejarah BRIN Dedi Arman.
Menurut Dedi, keberadaan Pulau Basing sebagai tempat penginapan atau pesanggrahan disebut dalam naskah syair Kesahnya Engku Putri karya Raja Ahmad Engku Haji Tua.
Dalam naskah disebut bahwa setelah diterpa badai di daerah Sembulang dalam pelayaran dari Lingga ke Pulau Penyengat usai menjenguk Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar yang sakit, Engku Raja Hamidah singgah di tempat pesanggrahan Pulau Basing pada tahun 1831.
Selain itu, kata Dedi, keberadaan Pulau Basing juga tercatat dalam sepucuk Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh Raja Ali Mahum dan Resident Riouw.
Dalam surat itu disebutkan bahwa Pulau Basing merupakan daerah yang dapat dikelola untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi.
Kemudian pada tahun 1882, Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf, pernah membuka usaha tempat penanaman Cacao ataun pohon cokelat di Pulau Basing Tanjungpinang.
"Jadi berdasarkan catatan sejarah ini, Pulau Basing hanya sebagai tempat pesanggrahan, bukan benteng atau penjara," sebut Dedi.
Pulau Basing sebagai tempat pesanggrahan, lanjut Dedi, berdasarkan kajian teknis Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya pada 2018 yang tercatat dalam buku Penulisan Sejarah Kepri Pulau Basing (1808-1912), juga ditemukan data-data arkeologis.
Pada kajian teknis tersebut, ditemukan fragmen keramik asing, fragmen gerabah, koin atau mata uang asing, kayu sisa badan perahu, batu runcing, manik-manik, arca dan fragmen batuan.
Selain itu, terdapat sisa struktur bangunan bata berupa fragmen gerabah, kaca, keramik dan fragmen genteng yang ditemukan di permukaan tanah dan di sebagian pesisir pantai.
Kemudian ditemukan objek kapal tenggelam berbahan kayu dengan panjang sekitar 6 hingga 8 meter. Di bagian dasar laut ditemukan pasir kasar bercampur lumpur warna keabuan.
Ditemukan juga struktur bangunan berupa tembok yang menjadi pembatas daratan dan perairan. Kemudian terdapat perigi (sumur), keramik, bata, lantai tanah bakar dan tembikar.
"Di tempat pesanggrahan itu ada perigi (sumur) yang masih terdapat air dan airnya bersih," ungkap Dedi.
Menjadi Tempat Wisata Edukasi Sejarah
Menurut Dedi, Pulau Basing sebagai tempat pesanggrahan pada masa lalu, berpotensi menjadi tempat wisata dan edukasi sejarah.
Saat ini, untuk menuju ke Pulau Basing, pengunjung harus menuju ke daerah pelabuhan Tanjung Siambang yang berada di ujung Dompak Tanjungpinang
Dari pelabuhan Tanjung Siambang Bukit Bestari Tanjungpinang, pengunjung dapat menggunakan pompong atau perahu. Jarak tempuh lebih kurang 5 hingga 10 menit.
Pulau Basing, kata Dedi, bisa dikemas menjadi tempat kunjungan wisata dapat dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti tempat permainan tradisional Melayu dan hiburan musik Melayu.
Selain itu, pengunjung yang berkunjung ke Pulau Basing, bisa mendapatkan edukasi sejarah, budaya dan peran penting Pulau Basing sebagai tempat pesanggrahan.
"Tentunya pengunjung dapat menikmati keindahan pulau ini dan pemandangan alamnya," ujar Dedi.
Untuk pelestarian sejarah, tambah Dedi, Pulau Basing telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepri Nomor 1463 Tahun 2021. Setelah penetapan ini, pengembangan Pulau Basing mengacu pada Undang-Undang Cagar Budaya.
"Penetapan situs Cagar Budaya ini penting untuk jaminan hukum," tutup Dedi.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Tanjungpinang terus menjadikan situs Cagar Budaya Pulau Basing sebagai destinasi wisata edukasi sejarah yang baru bagi wisatawan yang berkunjung ke Tanjungpinang.
Selain itu, Disbudpar Tanjungpinang juga fokus memanfaatkan keindahan alam dan edukasi sejarah pulau Basing untuk tujuan pariwisata yang menarik.
Sehingga pulau Basing dapat menjadi destinasi wisata edukatif bagi pelajar dan juga menjadi tempat nyaman untuk bertamasya bersama keluarga.
Tak hanya memamerkan keindahan alam, Pulau Basing juga memamerkan struktur bangunan tembok serta bangunan kecil layaknya gua sebagai pintu masuk. Selain itu, sebuah perigi (sumur) menambah daya tarik sejarah pulau ini. (*)
Penulis: Hal Maliq Hanifa