Nostalgia di Tangga Batu Alam Legendaris Kawasan Kota Lama Tanjungpinang


Nostalgia di Tangga Batu Alam Legendaris Kawasan Kota Lama Tanjungpinang
Nostalgia di Tangga Batu alam legendaris kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar

Merajut Ulang Memori dan Jejak Tempo Dulu di Tangga Batu 

Tangga Batu alam yang berada di lokasi kawasan Kota Lama Tanjungpinang, kini resmi menyandang status sebagai Cagar Budaya Kota Tanjungpinang. 

Penetapan tersebut menjadi langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan warisan historis dan keunikan arsitektur yang telah berusia lebih dari satu abad.

Tangga alam yang juga dikenal masyarakat dengan Tangga Apollo, Tangga 30 atau Tangga Bertingkat ini,  bukan sekadar jalur penghubung kota. 

Melainkan elemen penting tata kota sejak abad ke-19. Keberadaan Tangga Batu mencerminkan perpaduan fungsi dan estetika khas kota pesisir tempo dulu.

Meskipun kini geliat pembangunan modern terus berjalan, namun struktur Tangga Batu tetap berdiri, menjadi saksi perjalanan waktu dan perubahan wajah kota.

Secara historis, Tangga Batu alam ini memegang peranan vital sebagai fasilitas publik yang menghubungkan kawasan perbukitan dengan dataran rendah. 

Baca Juga: Pulau Klasik di Tanjungpinang yang Gemilang, Warisan Melayu Tempo Dulu

Kondisi geografis Tanjungpinang yang berbukit, memaksa pemerintah kolonial kala itu membangun Tangga Batu demi menciptakan akses yang rapi, aman dan artistik.

Material batu yang digunakan diketahui berasal dari sebuah pabrik batu alam yang berdiri di kawasan Senggarang Tanjungpinang tempo dulu. 

Jenis batu alam tersebut juga digunakan dalam pembangunan Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat. Hal ini menegaskan nilai historis dan kualitas materialnya.

Dengan demikian, Tangga Batu bukan sekadar tumpukan anak tangga, tetapi sebuah monumen kecil yang merekam denyut kehidupan tempo dulu. 

Tangga ini layak dirawat, dijaga dan dibanggakan sebagai bagian penting dari perjalanan waktu dan identitas historis Kota Tanjungpinang.

Kini, eksistensi Tangga Batu di kawasan Kota Lama Tanjungpinang, turut diperkuat sebagai cagar budaya kota dan sebagai daya tarik wisata historis. 

Baca Juga: Kisah Lorong Klasik dan Memori Tempo Dulu di Kota Lama Tanjungpinang

Keberadaan tangga tersebut, kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari narasi historis Kota Lama Tanjungpinang, sebagai ruang hidup masyarakat.

Meskipun demikian, popularitasnya perlahan meredup seiring berkembangnya akses jalan raya dan dominasi kendaraan bermotor di Tanjungpinang. 

Menyadari hal tersebut, Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, mulai kembali memberikan perhatian serius terhadap kelestarian Tangga Batu. 

Salah satu langkah konkret Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjungpinang menetapkan Tangga Batu sebagai objek cagar budaya kota. 

Dengan status ini, masyarakat dapat terus merawat memori sekaligus menghidupkan kembali nostalgia dalam denyut kehidupan modern sehingga nilai historis tetap terjaga.

Cagar Budaya Peroleh Perlindungan Hukum

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Tanjungpinang Zulhidayat, mengatakan bahwa hingga awal 2025, terdapat lima objek yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Salah satunya Tangga Batu.

"Dengan penetapan ini, objek-objek tersebut memperoleh perlindungan hukum. Mendapatkan perhatian lebih dalam pelestarian," ungkapnya.

Zulhidayat menambahkan, keberadaan cagar budaya diharapkan mampu memperkuat identitas historis sekaligus menjadi magnet baru bagi sektor pariwisata lokal.

Ia optimistis, kehadiran cagar budaya baru, memberikan dampak positif bagi kehidupan dan perekonomian masyarakat di kawasan Kota Lama Tanjungpinang.

"Semakin kaya akan peninggalan historis dan budaya. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengenal kota ini lebih dekat," sebutnya.

Cerita Nostalgia di Tangga Batu

Nostalgia di Tangga Batu Alam Legendaris Kawasan Kota Lama Tanjungpinang
Tangga Batu legendaris di Kota Lama Tanjungpinang. Arsip Foto: © Yusnadi Nazar

Bagi masyarakat Tanjungpinang, Tangga Batu menyimpan sejuta kenangan. Area yang disebut Tangga Apollo ini menjadi ruang publik legendaris yang membekas di ingatan banyak generasi.

Tangga tersebut menghubungkan sejumlah ruas jalan penting seperti Jalan Diponegoro, Jalan Masjid, Jalan Gereja, Jalan Teuku Umar, Jalan Sunaryo, hingga Jalan Kemboja. 

Letak tangga yang strategis, menjadikannya sebagai jalur favorit dan jalur alternatif bagi masyarakat tempo dulu untuk aktivitas dan mobilitas sehari-hari. 

Keberadaannya menghubungkan wilayah di perbukitan dengan pusat aktivitas kota di dataran rendah. Termasuk pasar, masjid, gereja, sekolah hingga pelabuhan.

Tempo dulu, tangga ini menjadi akses utama menuju rumah panggung, pusat perbelanjaan tradisional, serta kawasan ibadah dan pelabuhan Sri Bintan Pura.


Struktur batu alam yang kuat dan kokoh tersebut, memperlihatkan adanya fungsi ketahanan sekaligus keserasian dengan lingkungan sekitar.

Bagi generasi 1980-an dan 1990-an, Tangga Batu adalah ruang publik yang sarat kenangan. Tempat bermain, berbagi cerita, hingga sekadar melepas penat bersama teman sebaya.

"Sekitar tahun 1989, kami sering berlomba naik tangga sambil tertawa. Kadang hanya duduk-duduk saja sampai sore," kenang Nasrul (47), warga Jalan Kemboja.

Suasana saat itu semakin semarak oleh para pedagang kaki lima yang menjajakan beragam jajanan, salah satunya es campur yang dikenal dengan sebutan es apollo.

"Sepulang madrasah di Jalan Sunaryo, hampir pasti kami selalu singgah di sana bermain dan beli es apollo," tambahnya.

Selain sebagai ruang nostalgia, Tangga Batu juga menjadi jalur pintas utama dari kawasan pemukiman penduduk menuju pusat kota. 


Tempo dulu, masyarakat Tanjungpinang kerap menggunakan Tangga Apollo untuk berangkat jalan kaki menuju pasar, masjid, maupun tepi laut.

"Kalau mau ke pasar atau ke masjid, kami selalu lewat tangga itu. Lebih cepat dan sudah jadi kebiasaan," kenang Nasrul. 

Menurutnya, setiap anak tangga legendaris itu, menyimpan jejak kenangan dan memori masa kecil yang sulit untuk dilupakan.

"Tempat ini harus dijaga. Banyak kenangan di sini. Sayang sekarang terlihat kurang terawat," sebutnya.

Meskipun begitu, Tangga Batu dengan segala jejaknya, tetap menjadi simbol perjalanan historis sekaligus ruang nostalgia yang layak dijaga demi masa depan Tanjungpinang. (*)

Penulis: Yusnadi Nazar

Posting Komentar