Ruang Nostalgia Tempo Dulu, Saksi Bisu Tumbuhnya Literasi dan Minat Baca di Tanjungpinang
![]() |
| Taman Bacaan legendaris, jadi ruang nostalgia tempo dulu dan saksi bisu tumbuhnya literasi dan minat baca di Tanjungpinang. Arsip Foto: Yusnadi Nazar |
Nostalgia Tempo Dulu di Taman Bacaan Legendaris
Taman bacaan legendaris Tanjungpinang tempo dulu ini, bukan sekadar tempat membaca, tetapi ruang lahirnya ilmu, imajinasi dan kecintaan terhadap buku.
Menjadi saksi bisu tumbuhnya budaya literasi dan minat baca anak-anak tempo dulu, khususnya generasi yang tumbuh sebelum modernisasi mendominasi kehidupan.
Di kota yang melahirkan Gurindam 12 karya monumental Raja Ali Haji itu, berdiri sebuah taman bacaan yang telah mengakar kuat dalam memori.
Dari lembar demi lembar buku, anak-anak generasi tempo dulu di Tanjungpinang, belajar mengenal dunia, menyusun mimpi dan menata cita-cita melalui bacaan.
Pada dekade 1970 hingga 1990, di sudut Jalan Teratai kawasan Kota Lama Tanjungpinang, hadir sebuah ruang berupa taman bacaan sederhana.
Ia menjadi pusat aktivitas membaca generasi muda tempo dulu. Jauh sebelum gawai dan internet ada, tempat ini menjadi tujuan utama sepulang sekolah.
Baca Juga: Jejak Perjalanan Detik dan Waktu Kedai Klasik di Kota Lama Tanjungpinang
Rak-rak kayu yang penuh dengan buku cerita, komik, novel, majalah, buku pelajaran hingga ensiklopedia, menghiasi taman bacaan sederhana ini.
Kesederhanaan itu menjadikan taman bacaan tersebut sebagai magnet kuat bagi Generasi X dan Generasi Milenial yang kala itu masih duduk di bangku sekolah.
Setiap sore, suasana dipenuhi anak-anak yang sibuk menyelami dunia kata dan gambar. Banyak yang mengakui, kecintaan pada buku, bermula dari sana.
Dari kebiasaan membaca itulah lahir guru, wartawan, pegawai negeri, pejabat hingga pelaku usaha yang kini berkiprah di berbagai bidang.
Meski gelombang modernisasi dan era digital terus melaju dan bergerak kencang, jejak taman bacaan legendaris ini tidak sepenuhnya hilang.
Awalnya dikenal sebagai Taman Bacaan Singgalang, kemudian berganti menjadi Taman Bacaan Doraemon yang masih bertahan di era moderenisasi.
Baca Juga: Jejak Perjalanan Detik dan Waktu Kedai Klasik di Kota Lama Tanjungpinang
Bagi yang pernah menghabiskan masa kecil di sana, tempat ini adalah ruang nostalgia tempo dulu yang merekam kegembiraan saat membaca buku fisik.
"Dulu pulang sekolah kami naik transpot ramai-ramai ke Singgalang untuk baca komik dan novel. Itu rutinitas yang menyenangkan," kenang Nuryenis (50).
Menurutnya, taman bacaan tersebut bukan hanya tempat membaca, tetapi juga ruang imajinasi yang membentuk karakter dan mimpi hingga meraih cita-cita.
"Kalau sudah baca sambil ngerjakan PR, bisa berjam-jam di sana. Rasanya penuh kenangan," tambahnya.
Nuryenis menilai, keberadaan taman bacaan di masa kini menjadi penanda penting bahwa belajar langsung dari buku, patut dipertahankan dan relevan.
"Kami tetap ajarkan anak-anak untuk membaca buku. Itu bagian penting untuk memperluas pengetahuan," ujar lulusan Sastra Inggris tersebut.
Baca Juga: Memori Destinasi Kuliner Legendaris di Kota Klasik Tanjungpinang
Ruang Baca dan Warisan Turun-temurun
![]() |
| Pengelola generasi kedua Taman Bacaan legendaris, Iyang (kiri) dan Emi. Arsip Foto: Yusnadi Nazar |
Seiring berjalannya waktu, lokasinya berpindah dari Jalan Teratai Kota Lama Tanjungpinang ke kawasan Kampung Baru Tanjungpinang.
Taman Bacaan Doraemon yang melegenda itu berada di Jalan Dr. Sutomo. Kini ruang baca itu dikelola oleh generasi kedua yakni Emi (60) dan adiknya Iyang (47).
"Dulu sekitar tahun 1990-an, suasananya sangat ramai. Anak-anak datang silih berganti membaca," kata Emi.
Ia mengenang, orang tuanya membuka taman bacaan saat belum ada internet. Saat itu, minat baca masyarakat, khususnya anak-anak, tumbuh pesat.
Sejak awal berdiri di Jalan Teratai, taman bacaan ini kemudian membuka cabang di Jalan Teuku Umar untuk menampung minat baca anak tempo dulu.
Baca Juga: Langit Jingga Terindah di Kota Klasik, Memori Senja Tepi Laut Tanjungpinang
Memasuki era 1990-an, tingginya permintaan dan minat baca, membuat Haleruddin membuka Taman Bacaan Doraemon di Jalan Tugu Pahlawan Tanjungpinang.
"Singgalang akhirnya tutup tahun 2007. Yang bertahan hingga sekarang hanya Doraemon," jelas Emi.
Koleksi buku yang ada sebagian besar dibeli langsung dari Jakarta dan dibawa ke Tanjungpinang oleh Almarhum Hairuddin.
Hingga kini, ungkap Emi, sebanyak puluhan ribu buku tersebut, masih tersimpan rapi, meskipun banyak buku yang telah menua dan memudar.
"Alhamdulillah masih terawat walau tampak usang. Ada juga yang hilang atau lupa dikembalikan," ujar mantan pegawai Telkom ini.
Minta Baca Buku Fisik Mulai Meningkat
Emi memperkirakan, total koleksi yang pernah dimiliki taman bacaan ini, bisa mencapai ratusan ribu eksemplar sejak pertama kali beroperasi.
Selain itu, Emi menilai dalam beberapa tahun terakhir, minat baca generasi muda di Tanjungpinang mulai kembali menunjukkan tanda positif.
"Kami sempat tutup dari 2017 sampai 2021. Saat itu anak-anak lebih banyak main gawai. Saat ini minat baca buku kembali meningkat," katanya.
Pada 2022, ia bersama sang adik, memutuskan membuka kembali taman bacaan warisan ayahnya, demi meningkatkan budaya membaca buku fisik.
"Daripada buku-buku ini berdebu dan risak, lebih baik dimanfaatkan untuk anak-anak belajar," tutur Emi.
Kini, anak-anak sekolah dapat membaca buku secara gratis di lokasi. Sementara bagi yang ingin bernostalgia, tersedia layanan membaca dan penyewaan buku.
Tidak hanya itu, Emi juga menginisiasi kegiatan membaca rutin di Kampung Bukit Tanjungpinang, lingkungan tempat tinggalnya.
Baca Juga: Hikayat Bukit Legendaris di Tanjungpinang, Benteng Alam Tempo Dulu
Beberapa kali dalam sebulan, Emi menyempatkan membuka taman bacaan di rumahnya dengan membawa buku untuk dibaca anak-anak setempat.
"Seminggu sekali kami adakan kelompok baca. Alhamdulillah anak-anak antusias," ucapnya.
Untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, Taman Bacaan Doraemon juga memasarkan koleksi buku-buku lawas secara daring.
"Buku kami dikirim sampai ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, bahkan Sulawesi. Di Tanjungpinang sendiri banyak juga peminatnya," tutup Emi dengan senyum.
Keberadaan Taman Bacaan Doraemon ini menjadi bukti bahwa tradisi membaca buku fisik di Tanjungpinang, masih memiliki akar kuat.
Taman Bacaan Doraemon sebagai ruang nostalgia tempo dulu, menjadi sebuah warisan turun-temurun yang terus berusaha bertahan di tengah derasnya arus modernisasi. (*)
Penulis: Hal Maliq Hanifa


